Langsung ke konten utama

Mengapa Nama Allah Tidak Disebut dalam Kitab Ester?

Tinjauan Historis
Alkitab memberitahu kita bahwa Allah menghendaki nama-Nya dikenal, disebut, dipanggil, disembah dan dimuliakan.
Tertulis dalam kitab Kejadian 4:26, “Lahirlah seorang anak laki-laki bagi Set juga dan anak itu dinaminya Enos. Waktu itulah orang mulai memanggil nama TUHAN”.
Memanggil nama TUHAN, berarti mengaku diri sebagai anak-anak-Nya, bagian dari-Nya, menyadari kedekatan hubungan dengan-Nya serta beribadah kepada-Nya.
Alkitab juga memberi tahu kita bahwa Abraham, Ishak, dan Yakub adalah para penyembah Allah.
Allah memisahkan Abraham dari para penyembah berhala
Berfirmanlah TUHAN kepada Abram: “Pergilah dari negerimu dan dari sanak saudaramu dan dari rumah bapamu ini ke negeri yang akan Kutunjukkan kepadamu… Lalu pergilah Abram seperti yang difirmankan TUHAN kepadanya…” (Kejadian 12:1 dan 4).
Allah memisahkan Abraham dari para penyembah berhala. Allah memilih Abraham untuk menjadi penyembah-Nya dan menetapkannya menjadi pokok dari bangsa-bangsa yang beribadah kepada-Nya. Dan Abraham menaati-Nya dengan memanggil nama-Nya dan beribadah kepada-Nya.
Allah meneruskan rancangan-Nya dengan memilih Ishak, bukan Ismael. Dan dari anak-anak Ishak, Ia memilih Yakub daripada Esau. Dan Yakub kemudian melahirkan bangsa Israel.
Yakub memiliki pengalaman yang indah hidup bersama Allah yang disembahnya. Di masa tuanya ia bersaksi tentang Allah yang disembah oleh Abraham dan Ishak, nenek dan ayahnya, yang juga ia sembah sebagai gembala, Pemelihara dan Pelindungnya (Kejadian 48:15-16).
Allah memisahkan Israel dari Mesir
Dimulai dari Yusuf yang dijual ke Mesir, dilanjutkan dengan keluarga Yakub yang berjumlah 70 orang yang meninggalkan Kanaan pada masa kelaparan, kini bangsa Israel berjumlah jutaan orang yang menetap di negeri ini dan menderita sebagai budak.
Keberadaan dan kehidupan bangsa Israel di Mesir bertentangan dengan rencana Allah yang memilih bangsa ini menjadi umat yang menyembah-Nya. Maka, Allah melepaskan bangsa itu dari perbudakan (Kel. 3:7-10).
Allah memisahkan Israel, umat-Nya, dari bangsa Mesir yang duniawi. Ia membawa mereka ke suatu negeri perjanjian dengan tujuan utama agar mereka beribadah kepada-Nya (Kel.3:12).
Ungkapan “supaya mereka beribadah kepada TUHAN” berulangkali disebutkan dalam kitab Keluaran menunjukkan kemauan Allah yang keras untuk membebaskan bangsa pilihan-Nya dari situasi dan keadaan yang menghalangi mereka beribadah kepada-Nya.
Allah memisahkan Israel dari bangsa-bangsa di sekitarnya
Allah menghendaki mereka beribadah kepada-Nya dan hidup dalam kekudusan di tanah yang telah dijanjikan-Nya kepada Abraham, bapa mereka.
Peringatan keras ditujukan kepada Israel untuk beribadah kepada Allah saja dan bukan kepada allah lain (Ul. 7:1-4). Allah juga menghendaki umat pilihan-Nya hidup dalam kekudusan dengan tidak bergaul dengan bangsa-bangsa di sekitar mereka.
Lalu mereka memasuki dan menduduki tanah yang dijanjikan dan beribadah kepada TUHAN. Tetapi setelah masa kepemimpinan Yosua, yakni pada zaman hakim-hakim, mereka berbuat apa yang jahat di mata Tuhan, yaitu dosa yang selalu mereka lakukan sejak di padang gurun (Hak. 2: 11-12).
Allah memisahkan Yehuda dari Israel
Kemudian Israel memasuki zaman kerajaan. Pada zaman ini orang Israel juga senantiasa melakukan apa yang jahat di mata TUHAN.
Pada zaman Raja Saul, Daud, dan Salomo Israel merupakan satu kerajaan. Tetapi setelah Salomo mati kerajaan Israel terpecah menjadi dua. Kerajaan Yehuda diperintah oleh Rehabeam yang menggantikan Salomo, sedangkan Kerajaan Israel diperintah Yerobeam yang diangkat oleh suku-suku Israel yang memberontak terhadap penindasan Rehabeam.
Semua raja Israel melakukan apa yang jahat di mata TUHAN, dimulai dari Yerobeam yang membuat dua lembu emas dan memerintahkan umat Israel menyembah patung buatannya itu (1Raj. 12:28-30). Karena dosanya ini, Allah mengijinkan orang Israel diangkut ke pembuangan (2Raj.17:22-23).
Akan tetapi, Allah menyisakan Yehuda. Ia memisahkan Yehuda dari Israel.
Raj.17:18, “Sebab itu TUHAN sangat murka kepada Israel, dan menjauhkan mereka dari hadapan-Nya; tidak ada yang tinggal kecuali suku Yehuda saja”.
Setelah pembuangan Israel ke Asyur, kerajaan Yehuda masih bertahan selama beberapa waktu. Jika semua raja Israel dikatakan melakukan apa yang jahat di mata TUHAN, maka ada beberapa raja Yehuda yang dicatat Alkitab melakukan apa yang benar dimata TUHAN.
Namun akhirnya, Yehuda pun harus mengalami pembuangan. Mereka ditawan Raja Nebukadnezar dan dibuang ke Babel (2Raj.17:19-20). Jadi, habislah seluruh Israel setelah Yehuda dibuang ke Babel.
Allah memisahkan sebagian Yahudi dari pembuangan
Tetapi Yehuda tidak dibuang untuk selamanya. Karena, kemudian Allah memisahkan sebagian dari mereka untuk dituntun-Nya pulang ke Yerusalem dan beribadah kepada-Nya (lihat Ezra 1:1-5).
Beberapa kebenaran nyata dari ayat-ayat tersebut, adalah: (1) Allah menggerakkan hati Raja Koresh untuk memberi perintah agar orang Yehuda di pembuangan pulang ke Yerusalem (ayat 1-2), (2) Yang termasuk umat-Nya, yang disertai Allah, adalah yang berangkat pulang (ayat 3),(3) Hanya yang hatinya digerakkan Allah, yang berangkat pulang (ayat 5).
Jadi, yang disebut umat Allah adalah yang hatinya digerakkan Allah, yang disertai-Nya, serta yang berangkat pulang untuk beribadah dengan mendirikan rumah TUHAN yang di Yerusalem.
Dari ayat-ayat tersebut dapat dilihat karya Allah yang memilih dan memisahkan umat-Nya, sebagian kecil orang Yehuda, dari orang-orang Yehuda di pembuangan yang tidak pulang.
Kisah selanjutnya dari umat Allah yang pulang ke Yerusalem tertulis dalam kitab Ezra dan kitab Nehemia. Mereka membangun Bait Allah dan beribadah kepada-Nya. Dalam kedua kitab tersebut diberitakan bahwa hukum-hukum Allah dibacakan, diajarkan dan ditegakkan. Juga pengakuan dosa dan doa pengampunan disampaikan. Tertulis pula bahwa mereka hidup sebagai umat pilihan Allah yang menyembah dan beribadah kepada-Nya seperti yang dikehendaki-Nya.
Lalu bagaimana kisah selanjutnya dari orang-orang Yehuda yang lebih besar jumlahnya, yang masih hidup di pembuangan? Ya, merekalah orang Yahudi yang kisahnya dicatat dalam kitab Ester. Golongan orang Yahudi ini tidak layak disebut sebagai umat Allah. Mereka tidak beribadah kepada Allah. Mereka tidak memanggil atau menyeru nama Allah. Maka pantas dikatakan, bahwa Allah tidak hadir bersama mereka. Allah menyembunyikan wajah-Nya terhadap mereka. Selaras dengan kenajisan dan durhaka mereka Kuperlakukan mereka dan Kusembunyikan wajah-Ku terhadap mereka (Yeh. 39:24).
Itulah alas an utama mengapa penulis kitab Ester, yang diilhami Roh Kudus, tidak menyebut nama Allah atau Tuhan dalam kitab yang ditulisnya itu.
Jika memahami Alkitab secara komprehensif, maka membaca kitab Ester akan menemukan dosa-dosa orangYahudi, yakni perbuatan-perbuatan yangtidak selayaknya dilakukan umat yang beribadah kepada Allah. Dosa-dosa itu dilakukan Mordekhai dan Ester, dan seluruh bangsa Yahudi, yang menegaskan alas an ketidakhadiran Allah di sana.
Pandangan umum yang memahami Ester sebagai seorang heroik, penyelamat bangsa, perlu dikoreksi dengan memperhatikan dosa-dosa yang dilakukannya. Pertama, ia terpilih menjadi permaisuri dengan mengikuti “kontes ratu kecantikan” melalui seleksi amoral. (Est. 1:14, Pada waktu petang ia masuk dan pada waktu pagi ia keluar…) Jelas, ini melanggar hukum “jangan berzinah”.
Lebih jauh, ia melanggar larangan perkawinan campuran. Ester rela diperisteri oleh Ahasyweros seorang raja kafir dan Mordekhai sebagai orangtua mengijinkannya atau bahkan mendorongnya. Larangan ini diamanatkan oleh Musa dalam Ul.7:3, Janganlah engkau kawin-mengawin dengan mereka: anakmu perempuan janganlah kauberikan kepada anak laki-laki mereka, ataupun anak perempuan mereka jangan kauambil bagi anakmu laki-laki. Dosa inilah yang diakui, dimintakan ampun dan dibereskan oleh bangsa Israel sepulang dari pebuangan (Ezr. 9-10). Neh. 10:30 juga mencatat komitmen mereka untuk mematuhi larangan tersebut.
Dan dosa yang sangat dibenci Tuhan adalah menyangkal Dia. Mordekhai dan Ester bersepakat melakukan dosa ini. Est.1:10, Ester tidak memberitahukan kebangsaan dan asal-usulnya karena dilarang oleh Mordekhai. Untuk memperoleh kedudukan sebagai orang istana mereka menyembunyikan jatidiri sebagai umat Allah. Bandingkan dengan Daniel, Sadrakh, Mesakh dan Abednego. Mereka juga berada di pembuangan dan mengalami banyak tekanan, tetapi mereka memuliakan Allah dengan secara tegas menyatakan identitas mereka sebagai saksi Allah dengan tidak menajiskan diri dan tidak menyembah penguasa.
Lalu, jika Allah tidak hadir di tengah-tengah orang Yahudi dalam kitab Ester, mengapa kitab ini ditulis? Tujuannya adalah untuk menjadi contoh buruk bagi orang-orang yang mengaku percaya Kristus, tetapi hidup dengan pikiran dan caranya sendiri, dan secara khusus menjadi cermin bagiorang Yahudi masa kini, yang tersebar di seluruh dunia, sebagai umat pilihan yang murtad dan menempuh jalannya sendiri dan menyerahkan hidupnya kepada kekuasaan dosa.
Sebab ada tertulis, “Aku murka karena kesalahan kelobaannya, Aku menghajar dia, menyembunyikan wajah-Ku dan murka, tetapi dengan murtad ia menempuh jalan yang dipilih hatinya” (Yes. 57:17).
Tidak ada yang memanggil nama-Mu atau yang bangkit untuk berpegang kepada-Mu; sebab Engkau menyembunyikan wajah-Mu terhadap kami, dan menyerahkan kami ke dalam kekuasaan dosa kami” (Yes. 64:7).
Untuk selamanya Allah menghendaki nama-Nya dikenal dan disembah oleh umat-Nya. Pemisahan yang dilakukan Allah sejak zaman pemanggilan Abraham sampai pemanggilan sisa Yehuda dari pembuangan menolong kita untuk melihat alasan tidak disebutnya nama Allah dalam kitab Ester, yaitu karena Allah menyembunyikan wajah-Nya terhadap mereka.
Dengan mempelajari konteks historis yang telah dipaparkan di atas, maka dapat dirumuskan tema kitab Ester sebagai berikut: “Allah membiarkan umat pilihan-Nya mengambil jalan yang mereka anggap benar dan hidup dengan cara mereka sendiri.”
*) Artikel dimuat di Majalah Suara Baptis edisi September 2016

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Banjir dari Bogor Diprediksi Genangi 12 Wilayah DKI Dini Hari Nanti

Jakarta  - Banjir kiriman dari Bogor diprediksi akan menggenangi 12 wilayah di DKI pada dini hari nanti. Hulu Sungai Ciliwung di Katulampa dalam kondisi kritis, Siaga 2.  Disampaikan Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho, bahwa hari Rabu (15/2/2017) per pukul 16.20 WIB, tinggi muka air Sungai Ciliwung di Katulampa mencapai 150 cm, sehingga membuat status Siaga 2.  Tinggi air muka Sungai Ciliwung ini masih akan bertambah karena di sekitar Depok dan bagian tengah Sungai Ciliwung masih hujan deras sehingga akan menambah debit Sungai Ciliwung.  "Diperkirakan 9 jam setelahnya atau pada Kamis (16/2/2017) pukul 01.20 WIB banjir akan tiba di pintu air Manggarai," demikian disampaikan Sutopo dalam keterangan tertulis hari ini. Diprediksi banjir akan menggenangi permukiman di bantaran Sungai Ciliwung di Jakarta di wilayah ini: - Srengseng Sawah - Rawajati - Kalibata - Pengadegan - Pejaten Timur - Kebon Baru - B...

Wages Following Jesus - Tina Agung Purnomo

Mark 10: 17-22 God does not deal with the good things we've done. God always sees the roots of life that must be pried out of our lives: our attachment, a monster in our lives. When bad roots removed from our lives, our relationship with God would be amazing, because there is no longer a barrier. When the light of God down, will be visible dirt should be removed from our lives. Before there was the light of God, we can not see the dirt. The body is made of: body-mind-spirit. God wants all of them holy and pleasing to God. We need money in life and ministry, but must not be attached to money. (Matthew 6: 24) The only additional wealth in our lives. We may be rich, and it is our rations. But we must not love money more than love Jesus. 2 Timothy 3: 1-2 - When a person becomes a slave of money, he would be evil. If we do not control the money, we would have controlled the money, eventually became a slave to money. There is a time to work for a living, but there is a ...

Pusat Hidup dan Ibadah Kita

Pasal 0-48 mencatat segala sesuatu yang akan digenapi pada zaman baru. Gambaran Bait Allah dalam pasal 40-42 adalah gambaran ideal dalam kehendak Allah, yang mendorong kita untuk menjadikan Dia sebagai pusat hidup dan kita dengan sepenuh hati beribadah kepada Dia.Yehezkiel 40-42, mengungkapkan Bait Allah yang sudah dibangun. Mungkin para pembaca berpikir bahwa Bait Allah dalam bacaan Alkitab hari ini adalah Bait Allah yang didirikan oleh Salomo atau yang didirikan oleh Ezra setelah bangsa Israel kembali pada masa pembuangan. Akan tetapi, sebenarnya tidak ada Bait Allah yang pernah dibangun sesuai dengan uraian pasal 40-42 ini. Apabila kita mengacu kepada urutan logis dari pasal-pasal sebelumnya dan kerangka besar Alkitab, para ahli Alkitab menyatakan bahwa pasal 40-48 merupakan nubuatan tentang zaman baru yang akan digenapi pada masa mendatang. Tampaknya kerangka waktu yang sesuai untuk kesembilan pasal terakhir kitab ini adalah pada akhir zaman.Seperti tertulis di atas, pasal 40-42 me...